Saya lahir dan besar di tengah-tengah keluarga yang mengabdi pada dunia pendidikan. Almarhum kakek saya adalah seorang guru yang telah mengabdikan dirinya sejak akhir tahun 60-an. Ibu dan bibi-bibi saya juga memilih profesi yang sama dan telah menjadi guru selama puluhan tahun.
Saya sendiri tengah menjadi pengajar paruh waktu di sebuah sekolah negeri. Latar belakang ini membuat saya tumbuh dengan pemahaman mendalam tentang tantangan yang dihadapi para guru, terutama di sekolah-sekolah negeri, dan bagaimana hal tersebut berdampak pada kualitas pendidikan di Indonesia.
Kualitas pendidikan di Indonesia kerap menjadi perbincangan, dan salah satu faktor yang berperan penting adalah rendahnya gaji guru di sekolah negeri. Gaji yang tidak memadai ini menyebabkan banyak lulusan terbaik dari fakultas pendidikan enggan memilih profesi guru.
Mereka merasa keahlian dan dedikasi yang mereka miliki tidak dihargai setimpal. Imbasnya, profesi guru di sekolah negeri lebih sering diisi oleh lulusan dengan kompetensi yang cenderung standar. Dalam dunia pendidikan yang semakin kompleks, kondisi ini menjadi tantangan besar untuk menciptakan pembelajaran yang berkualitas dan relevan.
Di tengah era digital dan globalisasi, karakter siswa berubah semakin beragam dan dinamis. Guru tidak lagi bisa mengandalkan metode pembelajaran tradisional, tetapi dituntut untuk mengembangkan strategi pembelajaran yang inovatif.
Tantangan ini terasa berat, terutama bagi guru yang tidak memiliki akses ke pelatihan berkelanjutan dan sumber daya yang memadai. Banyak dari mereka yang akhirnya menggunakan pendekatan “memukul rata,” menyederhanakan proses pengajaran dan mengabaikan kebutuhan individual siswa.
Padahal, cara ini tidak efektif dalam mengoptimalkan potensi siswa, terutama di zaman yang menuntut personalisasi dalam pendidikan. Beban kerja yang tinggi dengan gaji yang rendah memperparah masalah ini. Selain mengajar, guru juga dibebani dengan tugas administratif yang menguras waktu dan energi mereka.
Padahal, waktu yang dihabiskan untuk tugas-tugas non-pengajaran ini seharusnya bisa digunakan untuk meningkatkan kualitas pengajaran dan pemahaman terhadap siswa. Kondisi ini tidak hanya menurunkan kualitas pendidikan tetapi juga memengaruhi motivasi dan kesejahteraan mental guru. Burnout menjadi fenomena yang kerap terjadi, membuat banyak guru kehilangan semangat untuk terus berinovasi.
Profesi guru, meskipun sering dianggap sebagai panggilan jiwa, membutuhkan dukungan yang lebih dari sekadar idealisme. Tanpa adanya insentif yang layak, baik dalam bentuk gaji yang memadai maupun kesempatan pengembangan profesional, motivasi intrinsik guru lambat laun akan terkikis.
Dukungan eksternal ini sangat penting untuk memastikan bahwa mereka dapat terus memberikan yang terbaik bagi siswa. Tanpa perubahan sistemik yang signifikan, kita akan terus menghadapi krisis kualitas pendidikan di Indonesia, dan pada akhirnya, generasi mendatanglah yang akan menanggung dampaknya.
Oleh karena itu, diperlukan reformasi pendidikan yang komprehensif. Meningkatkan gaji guru adalah langkah awal yang penting untuk menarik dan mempertahankan tenaga pengajar berkualitas. Pelatihan berkelanjutan harus menjadi prioritas, agar guru dapat mengikuti perkembangan metode pembelajaran dan memahami kompleksitas karakter siswa yang semakin beragam.
Beban kerja administratif yang tidak relevan perlu dikurangi, sehingga guru dapat lebih fokus pada tugas utama mereka: mengajar. Pemerintah juga harus mendukung pembelajaran yang lebih individualis, yang mengakomodasi perbedaan setiap siswa dan mengembangkan potensi mereka secara maksimal.
Di Hari Guru ini, saya menyampaikan harapan agar para guru di seluruh Indonesia mendapatkan apresiasi yang layak atas dedikasi dan pengabdian mereka. Semoga profesi ini kembali menjadi pilihan utama bagi lulusan terbaik, dengan sistem pendidikan yang mendukung dan mengakui peran penting para guru dalam membentuk masa depan bangsa.
Untuk semua guru di Indonesia, terima kasih atas segala perjuangan dan pengorbanan yang telah Bapak/Ibu lakukan. Selamat Hari Guru, semoga semangat Bapak/Ibu untuk mendidik tidak pernah padam dan terus menjadi inspirasi bagi generasi penerus bangsa. (Muhammad Nurazmi Harza)