Renovasi atau Hilang. Jangan Dustakan dan Manfaatkan Sejarah, Bung!!!
Kalimat itu tertulis disebuah buku yang terletak di atas kotak kayu yang berada di dekat pintu masuk rumah kelahiran Tan Malaka. Kalimat dengan menggunakan huruf kapital ini ditulis oleh Ahmad Zazali yang berkunjung pada 22April 2014 lalu.
Namun kalimat ini seolah menyiratkan kondisi rumah yang sudah diabaikan tanpa adanya perhatian dari pihak-pihak yang bertanggung jawab. Hal ini juga terlihat dari coretan-coretan lain yang dituangkan oleh pengunjung pada sebuah buku tamu yang sudah lusuh.
Saat SudutPayakumbuh.com mengunjungi rumah kelahiran Tan Malaka atau yaitu Ibrahim Datuk Tan Malaka yang terletak di Nagari Pandan Gadang, Kecamatan Gunuang Omeh, Kabupaten Limapuluh Kota kondisi rumah memang masih seperti saat pertama kali datang di tahun 2012 lalu.
Bendera merah putih masih terlihat gagah berdiri di luar rumah yang terletak di dekat sebuah prasasti peresmian Rumah Tan Malaka (Museum dan Pustaka) oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI yang diwakili Direktur Nilai Sejarah Magdalia Alfian pada 21 Februari 2008.
Sebelumnya, pada tahun 2012, SudutPayakumbuh.com juga pernah berkunjung ke tempat tersebut dimana jalan menuju ke sana masih berbentuk tanah biasa. Tapi kali ini jalan menuju rumah kelahiran Tan Malaka saat ini telah berubah yaitu berbentuk beton sehingga kendaraan roda dua dan empat bisa dengan mudah menuju kesana.
Akan tetapi, keadaan ini tidak sama halnya dengan jalan yang sudah mulus dan bagus tersebut. Rumahnya masih terlihat sama seperti tahun 2012 lalu saat kunjungan terakhir dimana dinding rumah dan kayu yang menempel ke rumah tersbut juga sudah banyak dimakan rayap.
Saat menaiki jenjang dan memasuki pintu, bau debu dan suasa jarang dikunjungi mulai terasa. Debu di lantai kayu dan di sudut dinding begitu terasa saat kaki menapaki rumah yang pada sisi kanannya terdapat sebuah buku tama dan kotak yang bertuliskan Kotak Amal.
Sungguh terkejut melihat hal ini, sebab kotak amal yang biasa di mesjid kini berada di rumah seorang pahlawan nasional Indonesia. Kaki ini terus melangkah memasuki rumah yang lantainya mulai berderik menandakan sudah mulai lapuk dan tidak terawat.
Di dalam ruangan pertama tersebut, terpajang beberapa foto keluarga dan saudara dari Ibrahim Datuk Tan Malaka, televisi dan tape lama, pajangan keramik dan beberapa deretan buku yang berada di sebuah lemari kaca.
Tidak banyak yang bisa dilihat di ruangan tersebut karena beberapa koleksi seperti foto dan buku-buku karya Tan Malaka berada di ruangan kedua yang memanjang pada sisi sebelah kiri. Foto-foto Tan Malaka bersama Presiden RI pertama yaitu Ir. Soekarno dan tempat tidur serta pakaian adat masih terpajang dengan rapi.
Dalam ruangan kedua ini, lantainya pun masih sama yaitu berbunyi yang menandakan mulai lapuk karena dimakan rayap. Deretan buku-buku dan sebuah kain batik Ibu Sinah yang digunakan untuk menggendong Ibrahim Datuk Tan Malaka saat masih kecil.
Kemudian, di ruangan tersebut juga terdapat tiga koper besi yang berada di sisi kanan pintu masuk ruangan. Cicit Tan Malaka, Indra Ibnur Ikatama mengatakan saat ini kondisi rumah sudah jarang dibenahi.
Ia mengaku hanya sesekali mengontrol dan melihat rumah yang juga dijadikan sebagai perpustakaan buku karya Tan Malaka ini. Kadang saat ada kunjungan dari luar daerah seperti Pekanbaru, Jawa, dan mahasiswa yang masih sering kesana, baru bisa ia temani untuk menjelaskan pertanyaan yang ditanyakan pengunjung.
“Pengunjung kadang berkata sedih dan kasihan melihat kondisi rumah yang sudah tidak terawatt tersebut. Sangat saying sekali jika pemerintah tidak dengan segera melakukan perawatan terhadap asset sejarah yang berada di Kabupaten Limapuluh Kota ini,” ujar Indra menyampaikan pesan dan kesan beberapa pengunjung yang pernah datang ke sana.
Sebagai cicit dari Tan Malaka yang juga masih berhubungan tali darah dengan Tan Malaka yang meninggal pada 21 Februari 1949 ini ia berharap generasi muda yang mungkin lebih tahu dengan sejarah untuk dapat tidak melupakan jasa dan pemikiran dari Tan Malaka. Dengan demikian, ia menngungkapkan setidaknya nanti aka nada perhatian generasi muda yang akan menjadi pemimpin masa depan untuk memperhatikan dan menghargai jasa pahlawan.
“Semoga saja akan ada generasi yang tetap peduli dengan sejarah dan melestarikan pemikiran-pemikiran dari Tan Malaka. Untuk pemerintah semoga nanti akan lebih sadar akan pentingnya keberadaan rumah ini bagi sejarah Indonesia,” ujarnya singkat.
Sebagai sebuah rumah seorang yang pernah berjasa kepada Indonesia layaknya rumah kelahiran Bung Hatta di Bukittinggi. Rumah Gadang yang merupakan rumah soko bagi keluarga Tan Malaka ini kondisinya sungguh memperihatinkan. (*)