Categories Warta

Iyut Fitra Luncurkan Buku ‘Kepadamu Kami Bicara’, HJP: Puisi Ini Seperti Lagu Kehilangan

SudutPayakumbuh.com – Sastrawan asal Payakumbuh, Iyut Fitra luncurkan buku kedelapannya yang berjudul Kepadamu Kami Bicara di Agamjua Café yang digelar oleh Komunitas Tanah Rawa dan dihadiri oleh guru serta masyarakat umum Kota Payakumbuh pada Senin (15/08/2022).

Heru Joni Putra (HJP) yang merupakan penulis sekaligus pembicara dalam kegiatan ini mengatakan dari perspektif ruang dan peristiwa di masa lalu,  puisi ini secara sekilas tampak seperti lagu kehilangan.

“Cerita tentang benda-benda yg sudah tidak ada lagi, dulu pernah ada sekarang tidak ada lagi. Pada tahapan pembacaan awal, kita pasti menemukan hal seperti itu, misalnya tentang mesin ketik,  Jalan Tan Malaka, jam kuning gading, Los Terang Bulan, Stasiun Parit Rantang, Bioskop Karia, sepeda sanki, Pos Ronda, sirine, surat kabar, kertas putih, terompa jepang, foto lama, kelender. Itu kan benda-benda yang sebagian besar hanya jadi kenangan tapi apakah benda-benda yang tidak ada itu, dia hilang begitu saja?,” katanya.

HJP menjelaskan dalam buku puisi ini ada beberapa hal terbaik yang harus pembaca ketahui. Pada mulanya sebelum bertemu banyak penulis, baginya puisi tidak ada bedanya dengan curhat. Tidak ada bedanya dengan catatan harian. Sekadar bentuk ekspresi yang dirasakan setelah itu dituliskan.

“Karena saya tidak punya keberanian untuk bicara maka saya pikir menulis puisi hanya pengganti bicara, ternyata setelah saya bertemu banyak penulis, puisi itu lebih luas, lebih kaya, lebih berharga dari sekadar curahan hati,” ujarnya.

Menurutnya di dalam puisi ada wawasan sejarah, stimulus untuk berpikir kreatif, cara pandang baru yang ditawarkan, kecerdasan linguistik, dan kemampuan berlogika. Ketika menyadari kenapa puisi disebut seni, jika orang-orang mengatakan lukisan menggunakan cat dan musik menggunakan nada-nada, puisi khususnya menggunakan kata-kata.

“Seniman kata yang mengolah kata-kata untuk membuat sebuah barang baru yang bernama puisi dan saat memaknai sebuah puisi pasti akan menemukan hal-hal tak terduga. Dalam kata-kata bisa ditemukan sebuah keterkejutan. Oh ternyata kata ini bisa ya jadi ungkapan yang dibuat manusia,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa terkadang seseorang tidak bisa menyampaikan sesuatu yang rumit dipikirannya bukan karena sesuatu itu benar-benar rumit, tapi karena kekurangan kosakata dan kekurangan cara mengungkapkannya.

“Nah sastra adalah kumpulan cara mengungkapkan yang berbeda,” katanya.

Kesastraan muncul di dunia ini sebagai konsekuensi tidak semuanya bisa disampaikan dengan bahasa sederhana dalam artian bahasa percakapan sehari hari. Sastra adalah media atau alat untuk menyampaikan yang tak tersampaikan oleh bahasa sehari-hari, yang gelap dari perasaan, yang gelap dari pikiran yang tidak terjangkau. Sastra bisa menjangkau itu karena memiliki tekniknya yang disebut dengan alat-alat sastra, majas, perumpaan, dan seterusnya.

“Contoh sederhana di ujian sekolah, suaramu sampai ke langit misalnya, mengapa kita butuh mengatakan suara orang sampai ke langit, karena untuk mengatakan suaramu terlalu keras saja masih tidak cukup, saking kerasnya suara itu kata keras aja tidak cukup untuk menggambarkan kerasnya suara itu. Itu adalah kenyataan berbahasa, sebuah fakta bahasa, bahwa kata cinta tidak pernah cukup menggambarkan cinta itu, karena itu bahasa sastra muncul,” ujarnya.

Orang-orang yang banyak menbaca sastra akan mempunyai banyak cara untuk menyampaikan sesuatu apalagi puisi. Dalam aspek buku puisi karya Kiyut, panggilan khas dalam kesehariannya muncul yang namanya kenyataan sosial. Menurut HJP Jika umumnya melihat kenyataan sosial sebagai tindakan manusia, namun dalam puisi ini kenyataan sosial bukan hanya kumpulan tindakan manusia saja.

“Bila kita berada di ruangan ini disebut peristiwa sosial, peristiwa itu tidak hanya tercipta oleh pertemuan manusia saja. Tapi ada benda seperti  meja, mic, speaker, atap, dan  ruangan ini. Jadi sebuah peristiwa itu tidak hanya kumpulan hubungan manusia yang berinteraksi, ada juga interaksi antara manusia dan bendanya,” katanya.

Menurut HJP Puisi dalam buku ini mengajak pembaca menstimulus dengan melihat kenyataan sosial seperti itu. Penulis mencoba mengeksplorasi dan memberikan sudut pandang baru kepada pembaca bagaimana melihat kenyataan sosial ini dari perspektif benda-benda. Bahwa apa yang terjadi selama ini bukan hanya urusan manusia dengan manusia. Tapi terkait dengan benda dan ruangan yang ada disekitarnya.

Buku Kepadamu Kami Bicara adalah bagaimana benda dan ruang berbicara kepada manusia, dalam artian jika selama ini menyampaikan sebuah peristiwa, benda-benda hanya jadi latar saja. Namun “Kita hidup bersama meja, sepatu dan topi yang kita pakai, kaca mata yang kita gunakan. Mengapa kita menganggap seakan-akan manusia  aja yang berhak berbicara, padahal benda-benda itu menentukan nilai-nilai dalam kehidupan kita.” Tuturnya.

Dalam buku ini puisi adalah seni berbahasa yang memanfaatkan secara maksimal teknik sastra yang disebutkan tadi. Banyak sekali sesuatu hal yang diungkapkan, mungkin selama ini tak terungkapkan oleh bahasa biasa, kemudian diungkapkan oleh buku ini. tentang masa lalu, tentang benda-benda yang kehilangan manusia, bukan manusia yang kehilangan benda-benda, tapi benda-bendanya yang kehilangan manusia.

“Kita kehilangan apa di buku ini?, kita kehilangan kemanusiaan. Benda-benda kehilangan manusia, manusia kehilangan kemanusiaan, Saya pikir itu salah satu pola yang kita baca di buku ini, ketika kita merasakan nuansa kehilangan saat membaca, kita bisa menggali lebih dalam maknanya,” katanya.

Selain itu, lewat puisi di buku ini pembaca nantinya bisa memahami bahwa sebuah kenyataan pahit karena hilangnya rasa aman, kemampuan visual yang digambarkan dari bagian pos ronda yang miris. “Itu yang dari awal saya maksud, bahwa sebuah puisi adalah sekumpulan wawasan historis, mungkin wawasan social, dan juga wawasan visual yaitu kita mendapatkan gambaran dan efeknya. Tentu berpengaruh pada kecerdasan linguistik para pembaca sastra itu sendiri,” ujarnya.

Terakhir, menjelang menutup kegiatan HJP menambahkan pada prinsipnya sebuah keistimewaan bagi Kota Payakumbuh terutama bagi para pengajar di wilayah sastra dan bahasa yang mengajar di kota yang penulisnya sudah ada. Menurut HJP Ini merupakan kerja sama yang saling mengapresiasi. Karena tidak semua kota yang memiliki penulisnya dalam konteks baca sastra.

“Kota Payakumbuh termasuk kota yang beruntung, ada laboratorium tertentu di kota ini. Selamat menikmati puisi ini, menggali-gali serta membayangkan ada banyak cara untuk menikmati puisi dan kita bebas menciptakan cara kita sendiri,” kata Heru Joni Putra. (Lail)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *