Categories Kisah

Harika Putra, Dokter Pencerah Nusantara asal Kota Batiah

SudutPayakumbuh.com – Bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda pada 28 Oktober tiga tahun lalu, salah seorang putra terbaik Kota Payakumbuh yang menimba ilmu kedokteran di Universitas Udayana, Bali dilantik menjadi Dokter Pencerahan Nusantara. Dialah dr. Harika Putra, satu diantara delapan dokter yang disebar pada tiga tahun lalu di tujuh daerah terpencil di Indonesia.

Siang itu, Jumat (16/10) cuaca di Kota Payakumbuh masih diselimuti kabut asap yang sudah terasa sejak dua bulan lalu tersebut. SudutPayakumbuh.com berkesempatan bertemu dengan salah satu pimpinan puskesmas di Kecamatan Lampasi Tigo Nagari (LATINA), Kota Payakumbuh yang tidak lain adalah dokter muda kelahiran 21 April 1986, angkatan pertama dalam program pencerahan nusantara yang digagas oleh Nila F. Moeloek saat dirinya belum menjabat sebagai Menteri Kesehatan RI.

Program Pencerahan Nusantara ini merupakan sebuah terobosan yang diinisiasi oleh Kantor Utusan Khusus Presiden RI untuk Millennium Development Goals (KUKP-RI MDGs) yang bertujuan memperkuat pelayanan kesehatan primer melalui penempatan generasi muda di daerah perifer di Indonesia. Fokus utama tim ini sendiri yaitu upaya promotif dan preventif untuk mengubah paradigma masyarakat.

Pencerah Nusantara sendiri bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan bangsa Indonesia, dengan menempatkan para Pencerah Nusantara di kantung-kantung penduduk yang membutuhkan intervensi di bidang kesehatan demi kehidupan yang lebih baik. Sehingga model pendekatan intervensi integratif ini diharapkan dapat menjadi terobosan yang kreatif (out of the box) dan merupakan pergeseran dari pendekatan business as usual yang selama ini dipakai untuk mendorong percepatan pencapaian Millennium Development Goals di tanah air

Harika Putra, Dokter Pencerah Nusantara asal Kota Batiah
Harika Putra, Dokter Pencerah Nusantara asal Kota Batiah

Harika Putra yang merupakan suami dari dr. Dwi Yanti Fioni Putri ini pun dengan penuh semangat muda menceritakan kisahnya saat menjalani program pencerahan nusantara di salah satu pulau kecil di Nusa Tenggara Timur yaitu Pulau Ende. Bersama timnya, dr. Harika Putra yang akrab disapa dokter Hari ini mulai bercerita awal dirinya mengikuti seleksi yang diikuti oleh ribuan dokter seluruh Indonesia.

Alhamdulillah dari ribuan dokter seluruh Indonesia yang mengikuti seleksi, saya akhirnya terpilih dalam delapan dokter yang akan mengabdi di beberapa daerah terpencil di Indonesia,” ujar anak bungsu dari pasangan Syahril Syarif dan Darli Suryati ini.

Sebelumnya, usai menamatkan studi kedokterannya di universitas Udayan, Bali pada tahun 2010, ia memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya karena kondisi orang tuanya yang sedang sakit. Saat berada di Payakumbuh, ia pun mengikuti seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil  (CPNS) dan lolos dalam seleksi tersebut.

“Saya mulai aktif tahun 2011 setelah lolos seleksi setahun sebelumnya dan tahun 2012 masih tercatat sebagai CPNS. Namun di tahun yang sama itu saya tertarik untuk mengikuti program Menkes RI saat ini yang waktu itu belum sebagai Menkes,” kata alumni SDN 02 Labuh Baru, SMPN 1 Payakumbuh, dan SMAN 2 Payakumbuh ini.

Setelah dinyatakan lolos sebagai dokter pencerahan nusantara, ia pun bercerita dirinya mengikuti pelatihan selama dua bulan termasuk survival training di Bandung, dan di Fakultas Kedokteran Universitas Idonesia serta Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. Kemudian pada malam tanggal 28 Oktober 2012, kedelapan dokter terpilih ini pun dilantik menjadi dokter pencerahan nusantara.

“Usai dilantik, kami pun disebar ketujuh daerah terpencil di Indonesia seperti Kabupaten Kepulauan Mentawai, Karawang, Pasuruan, Lindu, Ogotua, Berau, dan saya ditugaskan ke Pulau Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur,” ujar anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Payakumbuh bidang Hukum dan Pembelaan Anggota yang pernah tergabung dalam Komunitas Mahasiswa Peduli AIDS, BEM FK Udayana, dan Islamic Medical Activist (IMA) FK Udayana.

Sesampai dirinya bersama tim di Pulau Ende, tiga bulan pertama dirinya tidak bisa berbuat apa-apa kecuali memperhatikan keadaan pulau yang secara geografis adalah kepulauan yang jauh dari Ibukota Jakarta. Transportasi tradisional berupa perahu kecil yang penuh tantangan dan mengancam keselamatan.

“Akses transportasi di sini hanya ada sepeda motor yang berjalan di pesisir pantai. Untuk ke pulau lain atau kota harus menggunakan perahu kecil dengan ombak yang cukup besar dan tinggi. 2-3 meter gelombang siap menghantam kalau tidak hati-hati terutama di musimnya,” kata saudara dari Adya Medilka dan Ridho de Fitra ini.

Meskipun demikian, demi mengemban tugas sebagai dokter dan membawa nama besar utusan dari dokter presiden, ia bersama timnya langsung beradaptasi dengan penduduk dan tinggal di rumah penduduk. Salah satu upaya yang dilakukannya usai tiga bulan pertama yaitu melakukan reorientasi pelayanan kesehatan primer yang terpusat di puskesemas.

“Sebagai tenaga kesehatan di sana kita mengupayakan pemenuhan pelayanan kesehatan dan di samping itu juga memberikan program kesehatan yang memotivasi teman-teman kesehatan di sana. Seklaigus merangkul dan memberdayakan masyarakat,” ujar dokter Hari yang pernah mengikuti Vscan for GeneralPracticioner di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta dan Team Building and Leadership Training oleh Daya Dimensi Indonesia serta Medical Emergency Action, Basic Pediatric, and Community Medicine Training di RSCM Jakarta.

Kepada Padang Ekspres ia juga menceritakan pengalamanannya menjadikan ubi sebagai makanan pokok karena di Pulau Ende tersebut, Ubi menjadi salah satu makanan pokok penduduk di sana. Kemudian juga meminum air payau yang mengandung kadar garam dan sulit menemukan air tawar.

“Di sana kami makan ubi Nobosi sebagai makanan paling enak bagi penduduk lokal setempat. Kemudian apa pernah merasakan minum susu pakai garam? Nah, di sana kami mencobakannya karena kandungan air di sana asin,” kata pimpinan puskesmas termuda di Kota Payakumbuh ini sambil tertawa mengenang kisah saat masih berada di Pulau Ende tersebut.

Selama mengabdi dan menjalankan tugas di Pulau Ende dimana penduduk masih mempercayai dan menjadikan dukun sebagai pilihan pertama menangani kesehatan, sebagai dokter muda ia pun berusaha menjadikan dukun sebagai mitra tanpa melarang penduduk untuk berobat ke sana. Sebab dalam melakukan pendekatan dengan penduduk dirinya tidak bisa memaksakan kehendak untuk langsung berobat ke puskesmas.

“Pendekatannya kita sebagai tenaga kesehatan hanya bisa memberikan saran dan informasi kepada dukun di sana bagaimana penanganan yang baik, steril, dan tidak infeksi. Sebab penduduk di sini masih menjadikan dukun sebagai alternatif pertama dalam mengatasi masalah kesehatan,” kata dokter Hari yang pernah bekerja di RS Bhakti Rahayu Denpasar dan dosen di Akbid Widya Husada Payakumbuh tersebut.

Selama di sana, dalam waktu dua bulan tim Pulau Ende ini berhasil menurunkan prevelensi kasus rokok yang cukup tingg. Sebelumnya prevelensi kasus rokok yang cukup tinggi yaitu dari 86 persen turun menjadi 72 persen.

“Awalnya 8 sampai 9 rumah dari 10 di sana ada keluarga yang merokok. Tapi alhamdulilla dengan semangat yang kita bawa ke sana ditambah dengan keinginan yang sangat tinggi dari masyarakat untuk sehat, akhirnya berkurang perokok yang ada di dalam rumah tersebut,” ujar dokter Hari yang pernah bertugas sebagai Enumerator Assesment of Child Survival Development (CSD) / Early Childhood Care and Development (ECCD) and Disaster Risk Management (DRM) Plan International di Kabupaten Nagekeo Nusa Tenggara Timur.

Tingginya kasus rokok yang terjadi di Pulau Ende ini menurut dokter Hari yang ditemui di ruangannya ini berdampak kepada kasus kematian bayi dan balita karena infeksi paru-paru. Namun dengan dukungan pihak kecamatan yang memiliki background orang hukum, 9 desa yang ada di wilayah seluas 63km persegi ini mengeluarkan peraturan kecamatan yang membuat masyarakat harus mematuhinya demi kesehatan bersama.

“Di Pulau Ende ini dulunya tercatat 23 kasus gizi buruk yang terjadi pada bayi dan balita. Namun dengan pendekatan yang kita lakukan bersama tim, kasus ini bisa turun menjadi 6 kasus gizi buruk. Terakhir kabarnya sekarang sudah tida ada lagi kasus gizi buruk yang terjadi,” kata Tim Medi Kota Payakumbuh pada Porprov XIII Sumbar di Kabupaten Dharmasraya 2014.

Bercerita tentang pengalaman menariknya, dokter Hari mengungkapkan dirinya pernah tercebur ke laut saat akan merujuk salah seorang pasien bayi yang kritis pada saat itu. Usai menyeberang dan akan menepi ke pelabuhan yang kondisi ombak yang cukup kuat, dokter muda yang beralamat di Jalan KH. Achmad Dahlan Kelurahan Balaibatuang, Payakumbuh ini harus merasakan tercebur ke dalam laut.

“Waktu itu salah seorang pasien bayi yang kondisinya sudah sangat parah karena memang warga di pulau masih mempercayai dukun sebagai alternative utama. Saat akan dirujuk ke kota yang harus menggunakan transportasi perahu kecil, saat itulah saya tercebur dan upaya penyelamatan dilakukan dengan melempar dirigen ke laut yang ditarik oleh warga,” katanya mengenang pengalaman yang tidak mungkin dilupakannya.

Memaknai Hari Sumpah Pemuda yang jatuh hari ini, Rabu (28/10) ia merasa sangat beruntung bisa menjadi pemuda Indonesia yang ditugaskan ke daerah Pulau Ende yang cukup terpencil tersebut. Sebab dengan mengabdi dan menunaikan tugasnya sebagai seorang dokter muda, ia akhirnya menemukan bagaimana ia sebagai pemuda bermanfaat bagi orang lain yang sangat membutuhkan.

“Pemuda ini bermanfaat ketika mereka bisa merasakan sampai masyarakat paling bawah merasakan bagaimana mereka hidup dengan seperti itu. Bagi kami tim yang ke sana, awalnya hanya terpanggil untuk bertugas di sana tapi akhirnya perasaan tersebut berubah sehingga bisa memberikan input dan rekomendasi kepada Negara yang bermanfaat bagi masyarakat banyak,” kata dokter Mitra BNN dan Polres Kota Payakumbuh ini mengakhiri. (*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *