Categories Warta

Gantikan Suami, Inilah Cerita Dahmayar Jadi Loper Koran Selama Puluhan Tahun

Di pedestrian depan Tugu Adipura Kota Payakumbuh ada dua toko kecil yang difungsikan untuk menjual beberapa koran dan majalah, satunya masih diisi dan satu lagi sudah tidak dibuka dalam beberapa bulan terakhir.

Di depan toko tersebut terlihat Dahmayar (53 tabun) sedang memisahkan koran-koran yang didatangkan langsung dari Kota Padang untuk ia jual keliling kawasan Payakumbuh.

Diantaranya ada koran Padang Ekspres yang dibandrol dengan harga Rp6.000, koran Haluan Rp6.000, koran Rakyat Sumbar Rp6.000, koran Post Metro Rp5.000, koran Singgalang, dan koran Kompas dengan harga Rp10.000.

“Ibuk jualan koran ini udah 20 tahun, awal mulanya merintis koran bukan Ibuk tapi Bapak, karena Bapak sudah pergi jadi ibuk yang menggantikan,” katanya saat ditemui sudutpayakumbuh.com di pedestrian depan Tugu Adipura pada Jumat Pagi, 27 Oktober 2023.

Pukul 07.30 WIB pagi, dengan mengendarai motor yang diatasnya sudah ada postman bag berwarna hitam, sejenis tas yang memiliki dua sisi kanan dan kiri untuk membawa koran keliling, ia bergegas dari rumahnya yang berada di Padang Kaduduak, Payakumbuh Utara menuju pedestrian Depan Tugu Adipura untuk menunggu mobil yang membawa koran-koran datang.

Ketika mobil pembawa koran sudah sampai, saat itulah ia mulai bekerja menyisihkan koran dan menyamakan dengan label yang sama, dalam satu bal koran yang diikat tali rafia yang berisi sekitar 50 hingga 65 eksemplar koran.

Setelah semua koran sudah dibagi-bagi, barulah dimasukkan ke dalam tas dan berkeliling menjajakan koran tersebut.

Bahkan ketika sedang memeriksa koran datang beberapa pembeli yang menurutnya sudah menjadi langganan tiap pagi membeli koran.

“Koran ini nanti di jual ke kantor-kantor, rumah-rumah, sekitar kawasan Payakumbuh saja. Habisnya tergantung koran datang. Kadang-kadang pukul 12.00 siang sudah siap, kadang jam 14.00 siang baru selesai,” ujarnya.

Meski pagi-pagi sudah mencari nafkah untuk keluarga, dengan balutan jaket parasut coklat yang ia pakai tak menyulutkan semangat Dahmayar, karena saat menyusun koran pun hanya canda tawa yang ia suguhi.

Terkait kesulitan-kesulitan yang dihadapi, ia menyebutkan tidak mengalami hal yang sulit kecuali jika cuaca sedang tidak bersahabat atau Payakumbuh saat pagi dilanda hujan deras, maka ia memutuskan untuk tidak berjualan.

“Kendalanya Alhamdulillah enggak ada, cuma paling kalau hari hujan saja. Kalau hujan gak bisa jalan kan,” katanya sambil tersenyum.

Tak hanya itu, dalam sehari ia meraup keuntungan dari hasil penjualan koran sebesar Rp50.000. “Karena kan koran ini untungnya cuma Rp1.000, kadang nggak sampai segitu jualnya,” ujarnya.

Sementara itu, di era sekarang ini, eksistensi pembaca koran sudah sangat berkurang, hal ini berdasarkan keterangan dari katadata.co.id yang menyebutkan Nielsen Indonesia menyatakan bahwa di Indonesia, saat ini pembaca media digital sudah lebih banyak ketimbang media cetak.

Menurutnya jumlah pembeli koran terus merosot dalam empat tahun terakhir karena masyarakat beranggapan bahwa informasi seharusnya bisa didapat secara gratis.

Dari Survei Nielsen Consumer & Media View hingga triwulan ketiga 2017 menyatakan, kebiasaan membaca orang Indonesia telah mengalami pergeseran.

Pada 2017, tingkat pembelian koran secara personal hanya sebesar 20%, menurun dibandingkan 2013 yang mencapai 28%.

Tak hanya itu, masyarakat yang membaca media cetak pun didominasi oleh orang-orang berusia 20-49 tahun dengan porsi sebanyak 73%.

Hanya 10% anak muda berusia 10-19 tahun yang mengakses media cetak sebagai sumber informasinya dan sebaliknya, sebanyak 17% anak muda berusia 10-19 memperoleh informasi lewat internet dan untuk pembaca berusia 20-49 tahun jumlahnya sebesar 80%.

Hal itu juga yang dirasakan Dahmayar ketika menjadi loper koran keliling, menurutnya peminat koran sudah sangat berkurang, dikarenakan teknologi yang sudah canggih dan sepenuhnya tidak bisa diharapkan dari koran saja.

“Biasanya dulu rame pagi-pagi orang beli koran di sini. Kalau sekarang tidak rame lagi. Kebanyakan yang ibuk temui itu dominan bapak-bapak sama ibuk-ibuk yang beli dan baca koran, kalau yang langganan biasanya ngambil perbulan,” ujarnya.

Senada dengan itu, Amri (80), pembaca koran yang datang dari daerah Batu Ampa, Kabupaten Lima Puluh Kota yang mengendarai motornya ke Kota Payakumbuh hanya untuk membaca koran tiap Jumat pagi di pedestrian depan Tugu Adipura.

“Sejak dulu lagi belum pisah Kota Payakumbuh dan Kabupaten Lima Puluh Kota saya sudah sering baca koran di sini. Beli koran dulu pagi-pagi, dulu selain koran, bapak juga suka baca majalah islam,” katanya.

Menurutnya peminat baca koran sekarang lebih banyak orang yang sudah berumur, kalau yang muda-muda itu biasanya menggunakan gawai,

“Saya sudah masuk usia 80 tahun, sejak dulu saya kurang sekali makai HP, tidak ada pengaruhnya ke saya, dulu cuma pake HP yang kecil itu tapi sebentar saja. Yang saya lihat dan rasakan banyak yang negative daripada positifnya, tapi positifnya ada juga kalau bisa kita membagi-bagi waktu untuk hal itu,” ujarnya.

Kendati demikian, yang namanya mengalami perubahan di era digital yang tak luput dari perkembangan dan pertumbuhan teknologi, dari tahun ke tahun pasti akan menimbulkan plus dan minusnya bagi stigma masyarakat sebagai konsumen penikmat referensi bacaan apapun itu.

Paling penting yang ditonjolkan dari Dahmayar dan Amri adalah usia tidak membatasi seseorang untuk membaca dan bekerja. Semangat yang dikeluarkan menjadi bentuk kepuasan diri sendiri dalam memenuhi pencapaian yang didapatkan di setiap harinya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *