Categories Artikel

Syekh Mudo Abdul Qadim: Sosok Buya Balubuih yang Pengaruhnya Masih Terasa Hingga Saat Ini

Oleh: Habibur Rahman (Mahasiswa Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam, UIN Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi) 

Maulana Syekh Mudo Abdul Qadim lahir pada tahun 1875 merupakan ulama besar Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dan Tarekat Sammaniyah Khalwatiyah terkemuka di Sumatra Barat. Beliau dikenal dengan sebutan “Syekh Mudo” atau “Oyah Balubuih” dan ada juga yang mengenal dengan sebutan “Buya Balubuih”, untuk gelar “Syekh Mudo” sendiri beliau dapatkan ketika belajar kepada Maulana Syekh Abdurrahman Batuhampar yang tak lain merupakan kakek dari Bapak Proklamator RI, Mohammad Hatta yang wafat pada (w.1899). Dan nama Balubuih sendiri merupakan suatu daerah di pedalaman Luhak Limo Puluah tepatnya di Kenagarian Sungai Talang, Kec.Guguak, yang merupakan kampung tempat Syekh Mudo di besarkan.

Di samping itu, Syekh Mudo sendiri memiliki nama kecil “Ulah”, Syekh Mudo sedari kecil berada lingkungan keluarga yang agamis. Ayahnya bernama Abdul Qadim, dan ibunya bernama Tuo Godang Lamin.

Syekh Mudo berguru kepada beberapa ulama terkemuka, di antaranya Maulana Syekh Abdurrahman Batuhampar (Kakek Mohammad Hatta), Syekh Muhammad Sholeh Padang Kandih (Ayahanda Syekh Abdul Wahid Ash-Shalihi Tokoh Besar PERTI), Syekh Ibrahim Kumpulan Pasaman, dan juga Maulana Syekh Abdurrahman Al-Khalidi Kumango di Kab Tanah Datar (Pencipta Silek Kumango).

Untuk dalam hal Tarekat Naqsyabandiyah beliau menyambungkan silsilah keilmuannya dengan Syekh Muhammad Sholeh Padang Kandih seorang ulama besar Tarekat Naqsyabandiyah di pedalaman Kab.Lima Puluh Kota (w.1912), dan kabarnya beliau juga dijadikan menantu oleh Syekh Sholeh Padang Kandih tersebut.

Sedangkan dalam hal Tarekat Sammaniyah, beliau Syekh Mudo Abdul Qadim berguru kepada Maulana Syekh Abdurrahman Kumango (w.1932) di Kab.Tanah Datar, Di samping menerima Tarekat Sammaniyah Syekh Mudo disana juga menerima ajaran Silek Kumango, yang nantinya juga menjadi salah satu instrumen dakwah kultural nya di Surau.

Setelah menerima banyak pembelajaran dari ulama-ulama terkemuka tersebut, Syekh Mudo pada akhirnya mendirikan Surau di Balubuih, kampungnya. Di sana dikembangkan Tarekat Naqsyabandiyah dan juga Sammaniyah itu beserta Silek Kumango.

Ulama yang pernah di teliti oleh Martin van Bruinessen seorang orientalis asal Belanda ini pun, surau nya tidak hanya masyhurkan sebagai surau khas dalam bidang Tasawuf dan Tarekat, tapi juga merupakan tempat belajar “Silek Kumango”, silat tradisional Minangkabau yang kental dengan nilai moral dan sarat dengan aspek Tasawuf terutama Tarekat Sammaniyah, yang ia terima dari Syekh Abdurrahman Kumango itu. Kemasyhuran Syekh Abdul Qadim makin meningkat, orang pun semakin ramai berdatangan untuk memperdalam Tarekat Naqsyabandiyah dan Tarekat Sammaniyah. Apalagi setelah Syekh Mudo melaksanakan rukun Islam ke-5, Haji ke Mekkah, dan bahkan dapat disebutkan bahwa Surau Belubus sebagai pusat zawiyah sufi di Sumatra Tengah dahulunya.

Menurut filolog Apria Putra, Syekh Mudo tercatat sudah lebih mengeluarkan 100 ijazah dalam hal Tarekat kepada murid-muridnya, dan namanya tak hanya dikenal di Sumatra Barat tapi lebih daripada itu, orang-orang di negeri Jiran Malaysia pun mengenalnya dengan perjuangan dakwahnya melalui penyebaran Tarekat.

Beberapa murid-muridnya itu, ternyata memiliki pengaruh besar, ditengah-tengah masyarakat, di antaranya :

  1. Syekh Ayyub gelar Syekh Beringin Tebing Tinggi, asal dari Durian Gadang, Batuhampar, Lima Puluh Kota. Beliau terkenal keramat. Dan tercatat menjadi ulama Tarekat terkemuka di Tebing Tinggi, Deli, Sumatra Utara. Masyhurlah kekeramatannya ketika tentara Jepang hendak menangkap Syekh Beringin di Surau Suluk-nya di Tebing Tinggi, tiba-tiba saja kompleks surau beliau itu berubah menjadi danau kecil. Hal ini membuat Jepang mengurungkan niatnya tersebut. Karena jasa nya dalam agama, begitu pula dalam upaya menentang penjajah, masyarakat mengabadikan namanya menjadi nama jalan di Tebing Tinggi, yaitu jalan Tuan Syekh Beringin.
  2. Syekh Ibrahim Bonjol. Pemimpin Tarekat Naqsyabandiyah di Binjai Sumatra Utara. Nama kompleks pengajarannya disana ialah “Masjid Baitul Ibadah”. Murid-murid Syekh Ibrahim Bonjol ini banyak pula, tercatat murid-muridnya berasal dari Pattani – Thailand dan Malaysia.
  3. Syekh Tuanku Jadid, di Pagadih Kec. Palupuah, Agam, salah seorang ulama besar Tarekat Naqsyabandiyah – Sammaniyah, dan hari ini, keilmuan itu dilanjutkan oleh anak beliau yakni Buya Thamrin Inyiak Bila di Pasia Laweh, Palupuah, Agam, dan Buya Murkan Tuanku Malano di Riau.
  4. Syekh Muhammad Kanis “Tuanku Tuah” (w.1989) Batu Tanyuah, Batuhampar, Lima Puluh Kota. Ulama terkemuka PERTI dan pendiri Madrasah Tarbiyah Islamiyah Batu Tanyuah. Silsilah sanad keilmuannya hari ini dilanjutkan oleh Buya Amilizar Amir “Katik Sampono”, di Nagari Barulak, Tanah Datar. Menjadi tempat rujukan sampai hari ini bagi anak-anak Siak Pondok Pesantren Madrasah Tarbiyah Islamiyah, sebut saja itu MTI Canduang, dan lain-lain.
  5. Syekh Abdul Malik Belubus (w.1984), yang merupakan anak Syekh Mudo sendiri. Tercatat memiliki pengaruh yang besar ke beberapa daerah di Sumatra Barat, karena dedikasi pengajarannya. Silsilah keilmuannya hari ini banyak dilanjutkan oleh puluhan Surau di wilayah Darek.
  6. Syekh Mukhtar “Engku Tanjuang” (w.1970-an), Kemenakan Syekh Mudo sendiri. Selain memperoleh ijazah Tarekat dari mamaknya yakni Syekh Mudo, ia juga menerima ijazah Silek Kumango, yang sangat jarang sekali orang yang memperolehnya saat itu. Dan pada akhirnya ia pun menggantikan posisi Syekh Mudo di Surau Balubuih, dan tercatat sebagai penerus.
  7. Syekh Abdul Munab Dt. Sinaro Nan Kosek seorang alim yang merupakan lulusan dari MTI Tobek Godang, yang merupakan murid dari Syekh Mudo Abdul Qadim, semasa hidupnya dikenal dengan sebutan “Ahli Podium” karena kegagahannya dan karismatiknya di atas panggung. Syekh Abdul Munab Dt.Sinaro Nan Kosek wafat di Makkah pada tahun 1971 pada saat melangsungkan proses Haji.
  8. Syekh Habib Ongku Rancak, merupakan murid dari Syekh Mudo Abdul Qadim yang berdomisili di Balubuih, dikenal dengan pengajaran Silek Kumango yang telah mencetak ratusan murid di kawan Luhak Limo Puluah, beliau dimakamkan tidak jauh dari Makam Syekh Mudo Abdul Qadim tepatnya di tepian Batang Balubuih / Sungai Balubuih.
  9. Syekh Damuri Angku Pandam di Koto Nan Gadang Payakumbuh, beliau merupakan murid dari Syekh Mudo Abdul Qadim dan mendirikan sebuah Surau di Koto Nan Gadang yang dikenal dengan sebutan Surau Pondom.
  10. Syekh Radimas Dt.Batuah, beliau seorang ahli qur’an, dan juga ahli Tarekat, dan beliau Syekh Dt.Batuah merupakan murid langsung dari Maulana Syekh Mudo Abdul Qadim, Syekh Dt.Batuah adalah seorang alim yang sangat dikenal terkhusus dalam hal Al-Qur’an, beliau berguru langsung dengan Buya Ramli, siapa yang tidak mengenal Buya Ramli seorang Ahli Qur’an asal simalanggang yang banyak mencetak murid-murid berbobot salah satunya yakni Syekh Dt.Batuah. Tak banyak yang mengetahui bahwasanya Syekh Dt.Batuah menurut penuturan anak beliau, beliau menyebutkan bahwasannya Syekh Dt.Batuah tersebut dahulunya bersekolah di MTi Canduang.

Sebenarnya masih banyak nama-nama dari murid beliau, yang sampai hari ini keilmuannya masih berlanjut, dan sah-sah saja apabila angka itu menyentuh pada ribuan, dikarenakan melihat pengaruh beliau yang begitu luar biasa hingga hari ini, dan estafet keilmuan itu disemai oleh murid-muridnya di seluruh penjuru Sumatra Barat.

Karya Tulis Syekh Mudo Abdul Qadim

Sebagai ulama besar di zamannya, masyhur dalam dunia Surau, Syekh Mudo Abdul Qadim disebut juga menciptakan beberapa karangan untuk murid-muridnya, guna menjadi pegangan dalam tunjuk ajar pengajaran keilmuan Tarekat yang di ampunya. Walaupun ulama-ulama tua di Minangkabau lainnya yang juga banyak menulis, namun sedikit yang sampai ke tangan kita tulisan-tulisan itu, kebanyakannya disimpan di Perpustakaan Leiden, Belanda, dan ada yang hilang dimasa perang, namun hal yang berbeda kita temui pada karya-karya Syekh Mudo Abdul Qadim, hal ini disebabkan karena tiap surau yang bersambung silsilah keilmuannya dengan beliau, dapat dipastikan memiliki karangan beliau, walaupun tidak semua.

Diantara karangan beliau yang beredar hari ini, ialah :

  1. Risalah Tsabit al-Qulub (jilid I). Secara praktis buku ini ditulis untuk menolak keraguan dalam mengamalkan zikir-zikir dan wirid-wirid dalam Tarekat, sehingga dengan adanya pegangan ini diharapkan agar si murid tetap kua hatinya dalam memegang Tarekat, tidak goyah diterpa perkataan- perkataan kaum mudo yang membatalkan Tarekat. Tersebutlah di masa Syekh Abdul Qadim masih hidup, sudah mulai bertebaran faham-faham mudo (faham yang menolak ajaran Tarekat) semenjak tahun 1930-an di Luhak Nan Bungsu (Luhak Nan Bungsu Merupakan Sebutan Wilayah, Bagi Kab.Lima Puluh Kota dan Payakumbuh), salah satunya ialah tidak menyenangi Tarekat dan membid’ahkannya. Banyak diantara kaum mudo itu yang mendapatkan pengaruh dari Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi (wafat 1916 di Mekkah) yang secara halus menentang Tarekat Naqsyabandiyah lewat kitab polemiknya Izharul Zaghlil Kazibin. Walau telah dibantah keras oleh Syekh Naqsyabandiyah terkemuka kala itu Syekh Muhammad Sa’ad Mungka, namun banyak pula dari kaum mudo itu yang mati-matian mempertahankan yakin mereka yang tak berdasar itu. Walau mulai bertebaran, namun tak satupun dikalangan mudo yang mencemooh Tarekat itu yang berani berhadapan dengan Syekh Mudo Abdul Qadim tersebut. Kitab ini berisi dalil-dalil untuk mempertahankan amal Tarekat, serta memperkokoh hati murid, supaya tidak terpecah-pecah akibat faham yang begitu rupanya. Penulisan sumber rujukan dalam kitab ini cukup variatif, menunjukkan kealiman Syekh Mudo yang masyhur itu.
  2. Al-Sa’adat al-Abdiyyah fi-ma ja`a bihi al-Naqsyabandiyah: menyatakan wirid-wirid amalan Tarekat Naqsyabandiyah. Karangan ini selesai ditulis pada tahun 1936. pada sampul karya ini tercetak jelas : “Tidak dijual dan tidak dipakai bagi orang yang belum mengamalkan wirid tersebut”. Sebuah peringatan yang umum dikalangan ahli Tarekat, sebab ada kekhawatiran bila kaji Tarekat diumbar-umbar maka akan jatuh harganya sebagai ilmu yang istimewa. Adapula karena kaji Tarekat diperkatakan dipasaran, ada orang-orang yang belum sampai akal dan ilmunya yang membatalkan kaji tersebut, sebab membatalkannya merupakan suatu kecelaan yang nyata.
  3. Al-Sa’adat al-Abdiyyah fi-ma ja`a bihi al-Naqsyabandiyah bahagian Natijah.* Sebuah kitab Naqsyabandiyah yang dipergunakan khusus bagi guru-guru, sebab di dalamnya banyak dibicarakan mengenai rahasia-rahasia Tarekat Naqsyabandiyah. cetakan ke-2 dari kitab ini dimuat di Syarikah Tapanuli – Medan, 1950)

Dan masih banyak karangan-karangan lainnya. Meski telah berpuluh-puluh tahun wafat, tepatnya pada tahun 1957. Namun namanya tetap abadi dalam ingatan dan menjadi buah bibir orang-orang tua. Ketika membacakan silsilah Tarekat, namanya tetap terucap oleh ribuan ahli Tarekat terutama di Luhak Limo Puluah ini. Surau Balubuih selanjutnya menjadi sentra Tarekat yang disegani, penyebar lokus penyebaran Tarekat Sammaniyah, dan kini Tarekat Sammaniyah menjadi salah satu amalan yang masyhur, bukan hanya dikalangan orang-orang tua belaka, bahkan anak-anak muda banyak pula yang mengambilnya, merentas jalan kepada Allah dikala usia yang masih remaja.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *