Oleh: Habibur Rahman (Mahasiswa Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam, UIN Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi)
Kita tahu bahwasannya (Kaum Muda) dahulunya di Minangkabau banyak menimbulkan kontroversi, ada sebahagian dari mereka menyerang tatanan adat yang menurut hemat mereka tidak berlandaskan syara’, tak hanya sampai disitu mereka juga ikut melakukan serangan terhadap pengamal-pengamal Tarekat begitupun juga kepada tokoh-tokoh Tarekat yang masyhur kala itu.
Syekh Sulaiman Ar-Rasuli, atau yang populer dengan sebutan “Inyiak Canduang” yang merupakan salah satu dari sekian banyak ulama (Kaum Tua) kala itu, banyak menulis bait-bait sya’ir untuk mengambil bagian dalam memberikan pelajaran dan juga satir kepada kaum muda, dan tak lupa juga Inyiak Canduang menasehati kaum muslimin agar tidak terperdaya dengan paham-paham kontroversial dari kaum muda tersebut.
Di samping itu, Inyiak Canduang dikenal sebagai tokoh besar di kalangan Kaum Tua. Ayahnya bernama Angku Muhammad Rasul dan ibunya Siti Buli’ah. Di antara guru-gurunya di Minangkabau terdapat beberapa nama, yaitu Syekh Muhammad Arsyad dari Batu Hampar, Tuanku Sami’ Ilmiah dari Baso, Tuanku Kolok dari Batusangkar, Syekh Abdussalam dari Banuhampu, dan Syekh Abdullah dari Halaban, serta beberapa nama lainnya.
Di antara syai’r Inyiak Canduang kala itu dalam menghadapi gugatan kaum muda berbunyi seperti demikian :
Sekarang ada orang yang ingkar
Sudah masyhur didengar khabar
Namanya tidak hamba yang mendengar
Entah siapa nama yang mu’tabar
Khabarnya sudah hamba dengarkan
Ushalli fardhuz zhuhr ianya ingkar
Ibarat ulama hamba naqalkan
Di belakang ini hamba tuliskan
Wahai sahabat taulan yang nyata
Orang yang muqalid namanya kita
Mengikut mujtahid yang punya kata
Jangan diikut faham yang dusta
Jangan dicari ke dalam qur’an
Hadistnya nabi pun demikian
Mujtahid mutlak punya bahagian
Nasi yang masak hendaklah makan
Kita nan tidak tahu bertanak
Api dan kayu tungkupun tidak
Hendaklah makan nasi yang masak
Orang yang cerdik janganlah gagak
Jikalau batanak tidak bakayu
Demikian lagi tidak bertungku
Lambek manahun nasinya tentu
Itu misalnya fiqir olehmu.
Sosok Inyiak Canduang, merupakan cerminan betapa kuat dan kokohnya ulama Minangkabau masa lampau. Sosok, yang merupakan murid dari Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi ini juga dikenal memiliki dedikasi besar dalam Pendidikan Keislaman di Minangkabau.
Namun ada hal-hal yang perlu menjadi perhatian intens kita terhadap sosok Inyiak Canduang. Apria Putra, dalam sebuah seminar yang kala itu dihadiri oleh Prof. Mestika Zed, Guru Besar Sejarah Universitas Negeri Padang, memberikan beberapa maklumat bahwa:
1. Inventarisasi karya-karya Inyiak Canduang mesti secara menyeluruh, termasuk artikel-artikel dalam Majalah Soearti dan al-Mizan. Sebuah kenyataan bahwa ulama-ulama PERTI pernah mewarnai keilmuan Islam di Minangkabau dengan karya tulis. Saya menyimpan sekitar 200 karya tulis ulama Perti dari awal abad 20. Hal yang luar biasa tentunya.
2. Perlunya menelusuri sanad Inyiak Canduang dan mengkompilasinya dalam sebuah tsabat. Sanad adalah perpegangan ilmu. Tanpa sanad, keberkahan ilmu tidak diperoleh, ungkap Apria.
Dua maklumat ini sekiranya dapat menjadi titik fokus, dan pemenuhan yang agar sekiranya harus dilakukan secara komprehensif agar dapat mengobati rasa penasaran masyarakat Sumatra Barat, khususnya kalangan PERTI, perihal kapan Syekh Sulaiman Ar-Rasuli agar segera diangkat menjadi Pahlawan Nasional Republik Indonesia, mengingat kabarnya pengajuan sudah dari tahun 2011. Bahkan, di satu sisi pernyataan dukungan sendiri sudah keluar dari Wakil Presiden Ma’ruf Amin, namun hingga hari ini belum ada tindak lanjut yang nyata dari Istana, akan hal tersebut. Bahkan kala itu, Ma’ruf Amin menyebut bahwa :
“PERTI ini dulu didirikan oleh Syekh Sulaiman Ar-Rasuli, sangat besar pengaruhnya bagi bangsa Indonesia. Pendirinya adalah pejuang kemerdekaan, bahkan PERTI dulu pernah menjadi kesatuan di Indonesia,” kata Ma’ruf Amin saat menghadiri Milad ke-95 PERTI yang di Auditorium Universitas Negeri Padang (UNP) pada Jumat, 5 Mei 2023.
Semoga Syekh Sulaiman Ar-Rasuli segera diangkat menjadi Pahlawan Nasional Republik Indonesia, namun meskipun begitu ia terlebih dahulu telah menjadi pahlawan di hati masyarakat Minangkabau.