Categories Warta

Bujang, Pemulung TPA Regional Payakumbuh: Berburu Sampah diantara Buldoser dan Hidup Tanpa Bantuan Distribusi Air Bersih

Bujang (43 tahun), seorang pemulung yang sehari-hari memungut barang bekas di antara sampah-sampah untuk menghidupi keluarganya yang bermukim di Kawasan TPA Regional Kota Payakumbuh.

Bekerja sebagai pemulung yang memiliki mata pencaharian mencari barang bekas dan perkakas yang layak di jual tak menyurutkan langkah Bujang untuk terus mengumpulkan nafkah demi menghidupi istri dan ketiga permata hatinya.

Bujang bergumul setiap harinya dengan sampah di kawasan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Regional Kota Payakumbuh yang digunakan oleh empat kota/kabupaten seperti kota Payakumbuh, Bukittinggi, Kabupaten Lima Puluh Kota, dan kabupaten Agam.

Bujang saat duduk dan menikmati suasana sore usai memulung
Bujang saat duduk dan menikmati suasana sore usai memulung. (Foto: Siti Nurlaila Lubis/Sudut Payakumbuh)

Beberapa waktu lau, Sudutpayakumbuh.com berkesempatan menyambangi kediaman Bujang yang sehari-hari bekerja sebagai pemulung yang terletak di daerah Taratak, kelurahan Padang Karambia, Payakumbuh Selatan.

Sore itu pemandangan yang terlihat adalah sepanjang jalan kanan dan kiri tiap rumah warga di lingkungan tersebut penuh dengan barang bekas hasil dari mulung yang sudah dimasukkan ke dalam karung besar berwarna putih yang disusun rapi, serta beberapa botol-botol yang masih basah berserakan di halaman rumah.

Hingga sampai di lokasi rumah Bujang, tepatnya bersebelahan dengan gerbang masuk TPA Regional Payakumbuh mulai tampak rumah beralaskan atap seng dan dinding dari papan yang berdiri dua lantai.

Salah satu potret depan rumah Bujang di Kawasan TPA Regional Payakumbuh
Salah satu potret depan rumah Bujang di Kawasan TPA Regional Payakumbuh. (Foto: Siti Nurlaila Lubis/Sudut Payakumbuh)

Di teras yang masih tanah, berserakan puluhan barang bekas yang layak dan tak layak untuk di jual. Saat hujan turun, air mengalir menerobos masuk lewat galian tanah teras yang dibuat secara cuma-cuma oleh Bujang agar rumahnya tidak dimasuki air hujan.

Sembari menunggu hujan deras reda di sore menjelang malam itu. Bujang mengatakan ia asli orang Payakumbuh, bersama keluarganya tinggal di lingkungan bukit ini sudah lima tahun.

Sudah sekian tahun tinggal tidak ada pasokan air bersih yang masuk ke rumahnya dan menurutnya ada 35 Kartu Keluarga (KK) yang tinggal di lingkungan ini dan keseluruhannya belum mendapatkan pendistribusian air bersih.

 

Potret salah satu sudut Kawasan TPA Regional Payakumbuh saat adanya warga yang berprofesi sebagai pemulung bekerja. (Foto: Siti Nurlaila Lubis/Sudut Payakumbuh)
Potret salah satu sudut Kawasan TPA Regional Payakumbuh saat adanya warga yang berprofesi sebagai pemulung bekerja. (Foto: Siti Nurlaila Lubis/Sudut Payakumbuh)

“Air di sini susah sekali, air minum dan air mandi. Kalau air minum ada yang mengantarkan, ini kebetulan air sudah dua hari gak datang, jadi anak pergi jemput. Kalau khusus air mandi jemput ke bawah. Gimana mau masuk air di  sini, lokasinya tinggi. Kalau bisa tolong buatkan kami sumur bor,” ucap Bujang pada Selasa 13 Juni 2023 lalu.

Tentu impian memiliki air sumur bor di lingkungan Taratak ini bukan hanya mimpi seorang Bujang saja, tapi bagi keluarga lainnya yang juga bermata pencarian sampingan ke ladang juga menginginkan Pemerintah Kota mewujudkan hal tersebut.

Sambil menyuguhkan air teh untuk diminum, Bujang menyebutkan dalam proses memilah barang bekas dalam sehari ia mendapatkan keuntungan kisaran gaji Rp75.000 dengan berat satu karung putih yang dikumpulkan kisaran 25-35 kilogram.

Bujang saat berada di Kawasan TPA Regional Payakumbuh
Bujang saat berada di Kawasan TPA Regional Payakumbuh. (Foto: Siti Nurlaila Lubis/Sudut Payakumbuh)

“Kadang kalau ada yang antar barang ke sini juga saya terima, karena mereka buang barang ke bawah (TPA) kan jauh. Saya ambil untung sedikit, itu sebagai modal kita juga. Kebanyakan yang laku dijual yang kondisinya ringan. Karton sekarang murah, Rp11.00 harganya, botol aqua Rp3.000 perkilo,” ujarnya

Sesekali ketika mengumpulkan barang di kerumunan sampah-sampah, Bujang sering mendapati barang-barang rumah tangga yang masih layak difungsikan, seperti gawai, pakaian, dan ember.

“Mungkin hp itu rusak dibuang orang tapi menurut kita masih layak ya kita gunakan lagi karena mulung dari jam delapan pagi sampai empat sore tentu ada-ada saja yang kami lihat dan dapatkan,” kata Bujang sembari tertawa.

Untuk memulung di kawasan TPA Regional Payakumbuh Bujang bersama rekan-rekannya yang lain sudah mengantongi izin dari pihak TPA. Diizinkan untuk memungut sampah-sampah, namun yang diperbolehkan hanya masyarakat yang berada di lingkungan dekat TPA. Jika selain warga Taratak yang masuk ke dalam untuk mengambil sampah, tentu akan sangat ramai dan menurutnya itu akan mengganggu pekerjaan pihak TPA karena merela beelrja menggunakan alat berat.

Bujang saat memulung di kawasan TPA Regional Kota Payakumbuh
Bujang saat memulung di kawasan TPA Regional Kota Payakumbuh. (Foto: Siti Nurlaila Lubis/Sudut Payakumbuh)

“Orang dalam pun susah jadinya kerja, nanti ketika mereka sedang mendorong alat berat itu terhambat pekerjaan mereka,” kata Bujang

Tak hanya itu, perihal perizinan tinggal di dekat kawasan TPA menurut Bujang sangat aman, tidak ada isu atau kabar akan mengalami penggusuran. “Izin tinggal di sini aman, insyaAllah tidak ada gusur menggusur,” ucapnya.

Bagi Bujang dan keluarga hidupp berdampingan dengan pekerjaan sebagai pemulung serta dekat dengan lokasi TPA dan jauh dari pusat kota Payakumbuh membuatnya tenang, ia menyebutkan hidup di kawasan ini menenangkan.

Kawasan TPA Regional Payakumbuh
Kawasan TPA Regional Payakumbuh. (Foto: Siti Nurlaila Lubis/Sudut Payakumbuh)

“Kenapa tenang? Istilahnya kalau di bawah itu, suka banyak mobil lewat di jalan, malam di sini aman, tidak bising. Paling lambat truk pengangkut sampah datangnya jam 10 malam, setelah itu tidak ada lagi. Truk dari Bukittinggi yang banyak, datang dua kali,” ujarnya.

Karena hujan deras tadi sudah reda, singkat obrolan itu tak hanya berakhir di hari itu. Keesokannya Rabu, 14 Juni 2023 Bujang meluangkan waktunya menemani Tim sudutpayakumbuh.com untuk mengikuti kesehariannya bekerja memungut barang bekas diantara milyaran sampah-sampah yang tersebar di dalam lokasi bukit sampah TPA Regional Payakumbuh.

“Hai, udah datang rupanya,” teriak Bujang dari area TPA

Saat itu ia sedang memasukkan beberapa barang yang sudah ia pilih ke dalam karung berukuran besar. Penampilannya sederhana namun terlihat elegant dengan memakai baju kaos coklat lengan panjang, celana jeans, kupluk hitam dan sepatu boat ia mendorong barang dengan kakiny agar muat di dalam karung. Sesekali ia berceletuk.

“Beginilah kerja pak, Nak. Dari pagi sampai siang ini, nunggu truk datang abis itu langsung buru-buru milah, panas dan bau,” ucap Bujang.

Potret Kawasan TPA Regional Payakumbuh yang tidak jauh berada dari rumah Bujang
Potret Kawasan TPA Regional Payakumbuh yang tidak jauh berada dari rumah Bujang. (Foto: Siti Nurlaila Lubis/Sudut Payakumbuh)

Bagaimana tidak? Milyaran sampa-sampah rumah tangga dari berbagai daerah disatukan di satu area yang sama, lautan sampah penuh di atas tanah bukit yang sudah mirip seperti terasering sawah. Di beberapa titik ditancapkan selang paralon putih yang menandakan tempat letak gas dari sampah yang sudah tertimbun tanah. Tepat matahari sedang terik-teriknya di atas kepala, mengais sampah, mencari dan mengumpulkan, begitulah pemulung bekerja.

Di tengah area dekat pekerja mencari sampah berdiam diri satu buldoser yang digunakan untuk meratakan sampah yang dibuang oleh truk yang datang. Bujang memperkenalkan kami dengan Susi, salah satu pekerja wanita selingkungan tempat tinggal dengannya. Kepada Tim sudutpayakumbuh.com Susi mengatakan pekerja pemulung di kawasan TPA Regional ini berjumlah 35 orang yang didominasi oleh pemulung wanita sebanyak 20 orang.

“Lebih banyak pekerja wanita di sini,” ucapnya.

Menurut Susi memungut sampah-sampah yang akan di jual itu tidak sebebas seperti hari ini, ini dikarenakan pihak TPA sedang ada urusan lain saja. Biasanya buldoser langsung menggusur sampah menjadi timbunan dan saat itu pemulung yang sedang bekerja menjauh dari alat berat.

Saat buldoser menjauh truk sampah datang menumpahkan muatannya, pemulung kembali berkerumunan untuk memburu barang bekas yang layak untuk di jual, ketika truk sampah sudah meninggalkan area TPA, buldoser datang kembali untuk melakukan tugasnya, para pemulung pun langsung bergegas menghindar. Situasi berbahaya itu terus terjadi berulang-ulang.

Potret Suasana Kawasan TPA Regional Payakumbuh yang tidak jauh berada dari rumah Bujang
Potret Suasana Kawasan TPA Regional Payakumbuh yang tidak jauh berada dari rumah Bujang. (Foto: Siti Nurlaila Lubis/Sudut Payakumbuh)

“Hati-hati aja kita di sini, soalnya kerja dengan alat berat. Ketika alat berat mengais sampah kami masuk mencari dan mengumpulkan sampahnya, jadi kami berpacu dengan alat berat. Kalau enggak nanti bisa kena,” ujar Susi

Baginya diperpolehkan untuk memulung di kawasan TPA sudah bersyukur sekali, seandainya tidak diizinkan oleh pemerintah, tentu Susi dan rekan kerja lainnya akan kewalahan mencari lahan mata pencariannya.

“Alhamdulillah bisa mulung di sini, karena cuma ini tempatnya. Yang jelas kita berusaha datang kesini tiap hari, daripada berdiam diri di rumah,” ucapnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *