Surau Tuo Taram terletak di Jorong Cubadak, Nagari Taram, Kecamatan Harau, Kabupaten Lima Puluh Kota atau tepatnya berada di tepi jalan dekat Bukit Bulek taram merupakan Pusat Peradaban Islam Tertua di Luak Lima Puluh Kota.
Surau Tuo Taram berdiri pada awal abad 17 oleh seorang Syekh yang diberi gelar Beliau Keramat dan ulama yang menyebarkan islam di Nagari Taram yaitu Syekh Ibrahim Mufti.
Menurut sejarah Syekh Ibrahim Mufti adalah murid dari Syekh Ahmad Qusasi yang berada di Madinah serta satu angkatan dengan Abdurrauf as-Singkili, dimana tujuan mendirikan Surau Tuo Taram ini untuk bisa mendukung semua kegiatan dakwahnya dalam menyebarkan agama islam.
Syekh Ibrahim Mufti dimata warga setempat dikenal sebagai Tuanku Taram serta orang yang memiliki karamah sehingga dijuluki Beliau Keramat.
Makam Ibrahim Mufti yang berada di Komplek Surau Tuo Taram menjadi tujuan ziarah, biasanya peziarah yang datang berasal dari berbagai daerah di Minangkabau, terutama pengikut tarekat Naqsyabandiyah dan tarekat Syattariyah yang ada di Sumatera Barat, Riau, dan Malaysia.
Dilansir dari keterangan Ramli Datuak Marajo Basa pada laman resmi Padang Ekspres, Syekh Ibrahim Mufti berasal dari Timor Tengah lebih tepatnya di daerah Palestina dan bukan warga asli Nagari Taram.
Namun terkait hari lahir dan tahun wafat beliau belum ada yang mengetahuinya dan masih menurut Ramli tidak ada dokumen khusus yang mencatat tentang hal tersebut.
”Itu kami dapat dari cerita-cerita yang kami warisi turun temurun, Syekh Ibrahim Mufti itu datang berdakwah ke Taram bersamaan dengan kedatangan Syekh Abdurrauf Singkili ke Aceh,” kata Ramli Datuak
Saat itu ketika Syekh Ibrahim Mufti baru datang dari Timor Tengah, beliau tidak langsung menduduki Nagari Taram tetapi singgah dahulu ke wilayah Siak, Provinsi Riau dan baru beliau datang ke Nagari Taram dengan kesibukan awal berdagang lalu mulai menyiarkan agama islam.
Menurut Ramli, di Taram Syekh Ibrahim Mufti memiliki dua isteri. Istri pertama berasal dari Suku Piliang Loweh, satu keturunan dengan Syekh Muhammad Nurdin dan istri keduanya berasal dari Suku Bodi, beliau memiliki satu keturunan yang bernama Muhammad Jamil yang sudah wafat di Bengkalis saat hendak mencari ayahnya.
Konon, berdasarkan cerita yang diyakini warga Nagari Taram, pendiri Suraut Tuo Tara mini pernah menghilang, saat itulah anaknya Syekh Muhammad Jamil mencari ayahnya ke Bengkalis, namun dalam perjalanannya ia meninggal dunia.
“Setelah dicari-cari tidak ketemu juga, ada salah satu murid bertemu dengan beliau, dalam mimpi itu, Syekh Ibrahim Mufti menitipkan pesan yang katanya kalau ingin mencari saya, maka lihatlah cahaya pada malam 27 Rajab, di mana ada cahaya itu, di sanalah kubur saya,” kata Ramli.
Sehingga pada malam 27 Rajab, salah satu murid beliau melihat ada cahaya dari bumi yang tembus ke atas langit, cahaya itu bersumber dari sebuah tanah yang berada tidak jauh dari kaki Bukik Bulek Taram.
Saat pagi hari posisinya berada di dekat lokasi cahaya itu terlihat, ditemukan ada kuburan baru dan sejak saat itulah murid dan warga setempat yakin kuburan tersebut adalah makam Syekh Ibrahim Mufti yang sebelumnya menghilang.
Bercerita soal riwayat hidup Syekh Ibrahim Mufti memang sarat dengan cerita keramat, ada lagi satu cerita ketika itu beliau menancapkan ujung tongkatnya ke dalam tanah, lalu dihelanya tongkat itu sambil berjalan kea rah timur, tahu apa yang terjadi?
Tanah kering yang tergerus tongkat beliau seketika berubah menjadi lembab, basah dan dialiri air yang datang tidak terduga. Sesampainya di ujung paling timur, beliau berhenti.
Namun tongkat itu masih dibiarkan tertancap ke tanah, bahkan lebih dalam dari tancapan pertama dan konon, posisi titik tempat beliau berhenti dinamain mata air pertama di Taram yaitu Kapalo Banda yang sekarang menjadi objek wisata Nagari Taram.
Selain itu, Syekh Ibrahim Mufti diyakini warga nagari taram meninggalkan benda-benda yang pernah digunakanya seperti sebilah tongkat, ember berbahan kuning dan kitab-kitab termasuk adanya alquran bertulisan tangan yang disimpan di rumah Suku Bodi dan kini bangunan serba hijau yang memiliki halaman luas serta pepohonan kiri kanan masih digunakan warga setempat dan pendatang dari daerah laur untuk beribadah, berziarah, dan belajar sejarah seputar Surau Tuo Taram ini.