Categories Warta

Berikut 4 Warisan Budaya Tak Benda Indonesia 2022 Asal Payakumbuh

SudutPayakumbuh – Sebanyak 4 Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) dari Kota Payakumbuh ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia 2022 pada Sidang Penetapan Peserta Warisan Budaya Tak Benda Indonesia di Dinas Kebudayaan Provinsi Sumatera Barat pada 28-29 September 2022 lalu.

Dalam sidang tersebut, secara resmi ditetapkan sebanyak 19 karya budaya se Sumatera Barat sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Payakumbuh tercatat sebagai pengusul terbanyak dengan empat karya budaya berhasil lolos disidangkan.

Pegiat Budaya Kota Payakumbuh Rella Elci Mardiah mengatakan empat karya budaya dari Payakumbuh yang diusulkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda yaitu Tenun Koto Nan Godang Payakumbuh, Tikuluak Kompong Koto Nan Godang, Tikuluak Talakuang dan Talempong Sikantuntuang.

“Warisan Budaya Tak Benda ini sebenarnya sudah diusulkan sejak 2020 tapi karena dalam prosesnya diusulkan dari Provinsi, baru kemudian naik ke pusat itu ada revisinya, jadi agak terpending karena kekurangan bahan dan data, alhamdulillah tahun ini maju lagi dan kemarin jebol,” kata Rella Elci Mardiah.

Ia menjelaskan bahwa se-Sumbar ada sebanyak 19 karya budaya yang diusulkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda, total semuanya yang diusulkan oleh 11 Kota/Kabupaten  se-Sumbar dan penyumbang terbanyaknya itu dari Kota Payakumbuh dan kota lain ada satu dan dua dan diumumkan setelah sidang oleh tim ahli dari pusat.

“Secara besar teknis awal mulai pengusulan karya budaya sampai akhirnya dinyatakan lulus dan tim dari Payakumbuh khususnya dari kota/kabupaten se-Sumatera Barat mengusulkan potensi apa dari warisan budaya itu yang memiliki nilai sejarah, kemudian keterkaitannya dengan nilai kebudayaan masing-masing kota. Setelah itu baru diusulkan ke tim ahli Warisan Budaya Tak Benda di Provinsi,” katanya kepada sudutpayakumbuh.com saat ditemui di ruangan Disparpora Payakumbuh pada Selasa, 4 Oktober 2022.

Menurutnya nanti dari tim ahli ada point-pointnya dalam formulir yang harus diisi dan dilihat apa yang harus di kejar yang kemudian diseleksi dari tim ahlinya untuk dilihat lagi apa yang kurang,  mulai dari kajian, deskripsi sejarah, dan tentunya maestro usianya harus di atas 50 tahun yang  sudah berkompeten dan paham dengan sejarah dari karya budaya yang dihasilkan.

“Setelah proses dari tim ahli nanti akan mengusulkan kepada tim penilai di pusat yaitu bagian Ditjen Kebudayaan dan dari pusat inilah yang akan melakukan revisi serta jika dalam proses merevisi pertama ada kekurangannya, maka akan dihimbau untuk memperbaiki kembali,” ujarnya.

Kemudian dikatakannya kalau seandainya masih ada yang kurang maka akan direvisi sampai sebelum sidang  semua yang ditetapkan ada empat  yang dilanjutkan untuk sidang dan yang ditangguhkan.

“Nanti setelah sidang secara nasional ada lagi yang  lulus WBTB atau ditangguhkan lagi. Berarti kita yang di Sumbar lulus semuanya tapi dari Provinsi lain tetap ada yang ditangguhkan,  walaupun sudah ikut sidang nasioal, “ katanya.

Warisan Budaya Tak Benda yang ditetapkan sebagai WBTB Indonesia yaitu Sikatuntuang
Warisan Budaya Tak Benda yang ditetapkan sebagai WBTB Indonesia yaitu Sikatuntuang

Untuk merayakan peresmian keempat Warisan Budaya Tak Benda dari Payakumbuh ini nanti, Rella Elci mengatakan masih menunggu kabar dari pusat. “Misalnnya kita ada dapat sertifikat atau piagam itu  nanti  akan dijemput oleh Pemerintah Daerah secara Nasional ke Jakarta, sekarang kita lagi menunggu informasinya,” ujarnya.

Sebagai Pegiat Budaya Rella Elci berharap agar  karya budaya ini tetap lestari tidak hanya sekadar sudah ditetapkan saja. Semoga nantinya karya budaya ini tetap hidup di Kota Payakumbuh, menjadi kebanggaan bagi masyarakat dan generasi muda pun bisa bangga memakai dan menggunakannya,

“Nanti akan ada rencana aksi dan upaya apa saja yang bisa kita tetapkan agar warisan budaya ini tetap ada di tengah-tengah masyarakat,” harapnya.

Upaya dan Rencana Aksi setelah Penetapan Empat Karya Budaya Kota Payakumbuh Menjadi Warisan Budaya Tak Benda Indonesia.  

Terkait rencana aksi yang dilakukan, Sub Koordinator Pembinaan Adat Budaya dan Cagar Budaya, Hadiati menambahkan bahwa kempat warisan budaya Tak Benda sampai saat ini itu masih dipakai dan dilestarikan, khususnya di daerah Koto Nan Gadang dan  Koto Nan Ampek.

“Untuk Tikuluak Kompong tiap hari mau kegiatan apapun itu selalu dipakai oleh Bundo Kanduang dan kalau Tikuluak Talakuang pun setiap ada pesta pernikahan dan kegiatan masih dipakai pun itu untuk yang tenun. Walaupun penenunnya cuma tinggal empat, tapi mereka masih produktif menghasilkan tenun,” katanya

Hadiati menjelaskan bahwa pakaian Tikuluak Kompong dan Tikuluak  Talakuang  kawannya adalah tenun, kain-kain tenun yang masih dipakai sampai saat ini dan khusus untuk tenun rencana ke depannya Disparpora akan berkolaborasi dengan instansi yang terkait seperti Disperindag atau lainnya untuk membuat sebuah pelatihan.

“Untuk penggunaan alat tenun kan gak bisa di Disparpora, khusus nanti kita upayakan regenerasinya, jadi kita akan coba buat pelatihan dan kita akan coba pernagari tapi mungkin untuk saat ini kita usahakan dulu pengadaan alat, karena itu yang susah serta kalau nanti alatnya sudah siap maka insyaAllah nanti dilanjutkan dengan pelatihan,” ujarnya.

Sedangkan untuk Talempong Sikantuntuang, Hardiati mengatakan kalau sampai saat ini untuk kegiatan pelestariannya sudah berjalan, dimana dulu Disparpora sempat memberikan hibah ke sekolah-sekolah seperti SMP di Payakumbuh berupa alat Talempong Sikantuntuang dan digunakan untuk iven-iven.

“Kita pakai dan kita libatkan, baik itu dalam industri tari  ataupun yang khusus talempong sikantuntuang saja,  itu biasanya dipakai pada saat acara pesta pernikahan, batagak penghulu itu yang kita pakai untuk ke depannya, kita upayakan itu tidak berhenti mungkin lebih ditingkatkan nantinya,” katanya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *