Kamis pagi, 19 Oktober 2023, di kelurahan Padang Tangah, Payobadar, kecamatan Payakumbuh Timur terlihat sebanyak delapan samia yang di atasnya tersusun rapi kerupuk ubi yang berjejer sedang dijemur di halaman sebuah rumah.
Samia merupakan tempat menjemur olahan produk yang terbuat dari daun pohon kelapa kering yang sudah dianyam serapi mungkin, agar ketika menyusun adonan kerupuk ubi yang telah jadi tidak jatuh ke bawah.
Meski cuaca nampak mendung kemudian tiba-tiba terik lagi tidak menggoyahkan semangat seorang perempuan lansiabernama Nini (68 tahun) yang sedang memeriksa beberapa kerupuk ubinya.
Kepada sudutpayakumbuh.com Nini memperlihatkan proses pengolahan adonan ubi yang siap dicetak hingga proses penjemuran.
Tidak memerlukan waktu lama, Fitri (39 tahun) anak dari amak Nini datang menghampiri, ia pun turut berbagi cerita sertapengalamannya dalam membangun Usaha Kerubuk Ubi Nini ini.
Menurut Fitri, usaha ini sudah berdiri turun temurun dari generasi ke generasi, sekitar 3 dekade atau kurun waktu 30 tahun.
“Sampai ke masa amak, jadi sudah lama sekali buat kerupuk ubi ni, dulu sebelum ini, amak juga membuat batiah, akhirnyabertahan di kerupuk ubi sampai sekarang,” katanya.
Untuk tahapan proses pembuatannya sendiri dilakukan seberes solat shubuh dengan menggunakan ubi singkong yang sudah direbus, kemudian dilakukan proses penggilingan dengan mesin. Setelah diberi bumbu berupa garam lalu adonan tersebut dicetak secara manual.
Setelah itu masuk ke tahapan penjemuran yang di mana kerupuk ubi yang sudah berbentuk bulat disusun rapi di atassamia, di dalam rumah produksi ini ada sebanyak 100 samia yang terpakai, meskipun beberapa banyak yang sudah tidaklayak digunakan.
Selanjutnya kerupuk tersebut dijemur di bawah terik matahari dengan kelembapan kerupuk kategori tidak sampai kering.
Fitri juga menyebutkan untuk tingkat ketahanan kerupuk ubi bisa sampai sebulan dan rasanya tidak berubah sama sekali, masih konsisten.
“Sampai hari ini kami masih memakai cetakan manual, itu kendala dan kurangnya, belum punya mesin pencetak. Kalau ada mesin itu, dipastikan lebih cepat proses dan hasilnya jauhlebih banyak. Manual saja lumayan juga, bisa 100 ikat kerupuk seminggu, dengan pekerja ada tiga orang, amak, adik, dan saya sendiri,” jelasnya.
Ia juga menyebutkan dalam sehari bisa membuat 100 kilo kerupuk ubi, namun jika mengandalkan mesin akan lebih banyak berkisar 200 kilo sehari. Sedangkan untuk permintaan yang masuk amak Nini dan Fitri lebih banyak menerima permintaan kerupuk ubi yang berasal dari luar kota.
“Kita sudah ada pengiriman ke Batam, Dumai, Padang Panjang, kalau permintaan di Payakumbuh ini kurang jalan, lebih banyak permintaan dari luar kota dan yang ini saja mau di bawa ke Lintau dan kemarin baru dikirim ke Batam sebanyak 150 ikat,” sebutnya.
“Cuma alat cetak itu aja yang kurang, semoga nanti bisaterbeli,” katanya.