Categories Featured

23 Tahun Berkiprah, Kripik Oviga Bermula Dari Modal Rp200 Ribu

SUDUTPAYAKUMBUH – Payakumbuh identik dengan jajanan khasnya terutama kripik yang biasanya sering jadi buah tangan bagi pendatang di luar Sumatera Barat. Tak ketinggalan masyarakat yang berdomisili di Kota Biru ini pun menjadikan kripik sebagai cemilan sehari-hari.

Kali ini SudutPayakumbuh.com mengunjungi rumah produksi kripik dari olahan ubi dan talas. Orang-orang menyebutnya Kripik Oviga yang beralamat di Jalan Aceh, Tanjuang Pauh, Kecamatan Payakumbuh Barat.

Kripik Oviga sudah berdiri sejak tahun 1998, 23 tahun berkiprah pada usaha jajanan khas Payakumbuh. Ulyati, pelopor usaha keluarga ini mengatakan awal membuat usaha kripik mengandalkan modal sebesar Rp200.000.

“Dengan modal segitu ibuk beli minyak satu tabung, ubi dan kuali masih berhutang, masak kerupuk pertama kali di salah satu rumah yang masih pakai batu bata, semennya dari tanah basah sawah dan abu dapur, di sana tungku pertama ibuk hidup,” ujarnya saat ditemui dikediaman, Kamis 1 Oktober 2020.

Dinamakan Oviga karena kata tersebut merupakan awalan nama cucu tertua yakni Ovi dan anak-anak dari Bu Ul, sapaan akrabnya yakni Vina, Vika dan Gani. Sebelum terjun ke bisnis jajanan ini dulu Bu Ul tinggal bersama neneknya yang sering memanjakan beliau, nah saat ia bermain ke rumah tetangga,di sana ia mendapatkan pekerjaan dan menghasilkan uang.

”Jadi tiap pulang sekolah ibuk langsung kerja, karna dari kecil udah bisa nyari uang sendiri sampai tertarik untuk buka usaha kalau sudah besar,” ujarnya.

Namun motivasi terbesar Bu Ul dan suaminya Ujang Amir membuka usaha ini karena salah satu anak perempuannya yang duduk dibangku kelas tiga MTS mengalami putus sekolah karena keadaan ekonomi.

Suasana dapur produksi Keripik Oviga di daerah Tanjungpauh, Kecamatan Payakumbuh Barat. (Siti Nurlaila Lubis)

Meski begitu, usaha Kripik Oviga sekarang sudah bisa menciptakan lapangan pekerjaan bagi warga sekitar dengan memperkerjakan 20 orang anggota yang dapat memproduksi dalam sehari hampir satu ton ubi dimasak untuk semua varian olahan yang dibuat.

“Kadang gak tiap hari juga bisa dua kali seminggu khususnya untuk sanjai balado ubinya kisaran 700-800 kilogram,” katanya.

Rumah produksi bermacam kripik ini posisinya ada di belakang kedai tempat berjualan. Di dalamnya sudah berjejer kurang lebih lima tungku besar, ada kripik yang sudah jadi dan belum diolah.

Hasil olahan ubi dan talas ini bermacam-macam di antaranya roda ganding, rancik, golong-golong, ganepo, sanjai lidi, sanjai keriting, sanjai balado panjang merah dan hijau. Untuk spesifiknya adalah kripik talas dan yang menjadi unggulan karena sering dibeli konsumen adalah sanjai balado panjang.

“Biasanya ibuk pasarkan ke Pekanbaru sampai Tanjung Pinang, sekali ada waktu itu dibawa ke Jepang sama salah satu konsumen,” ungkapnya.

Bu Ul berharap usahanya ini bisa lebih maju dan membuat senang anak dan cucu, anggota pun lebih nyaman dalam bekerja meski kondisi sekarang masih dalam masa pandemi.

“Pasti ada naik dan turunnya, kadang ibuk ada buat olahan 3-4 karung sehari, waktu ubi lagi susahnya dicari, meski begitu ya kita harus semangat,” harapnya. (Laila/Mg)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *